Medan – Formappel. com||
Kalimat “Jadilah Ksatria jangan Pencuri Kuda” yang disampaikan Adli Tama Hidayat Sembiring sebagai kesimpulan akhir dalam debat Pilkada Langkat memiliki makna yang dalam dan simbolis
FORMAPPEL- RIFORMAPPEL - RIDalam budaya kepahlawanan, seorang satria adalah sosok yang dikenal bukan hanya karena keberanian, tetapi juga karena kejujuran, integritas, dan kesetiaan kepada nilai-nilai luhur.
Seorang Ksatria adalah mereka yang membela kepentingan rakyat dan menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab, tanpa memperkaya diri sendiri atau mengambil hak orang lain.
Sebaliknya, istilah “pencuri kuda” melambangkan orang-orang yang tidak segan-segan mengambil apa yang bukan miliknya, mengeksploitasi kekuasaan untuk keuntungan pribadi.
Dalam konteks pemerintahan, pencuri kuda mencerminkan pejabat atau pemimpin yang mengabaikan kesejahteraan rakyat, menyalahgunakan anggaran, atau bahkan melakukan korupsi.
Dengan kalimat ini, Adli Tama mengajak para pemimpin di Langkat untuk mengingat peran mereka sebagai pelayan masyarakat.
Ia menyampaikan pesan bahwa jika ingin membangun Langkat dan membawa perubahan, setiap pemimpin harus berperilaku layaknya satria yang tulus dan mengutamakan kejujuran, bukan mengejar keuntungan pribadi.
Anak anak belajar dilantai karena disekolah tidak ada mobiler (meja) dan kursi belajar.(ist)
Dalam konteks Langkat, kondisi seperti SD Negeri 0576427 di Adnin Tengah, Kecamatan Salapian, yang kekurangan fasilitas dasar hingga harus belajar beralaskan tikar adalah bukti nyata betapa pentingnya integritas dalam pengelolaan anggaran pendidikan.
Di satu sisi, anak-anak di sekolah ini masih kekurangan meja, kursi, bahkan tiang bendera, sedangkan di sisi lain, kasus-kasus penyalahgunaan anggaran terus menghantui negeri ini.
Bawa tikar untuk alas belajar dilantai.(ist)
Dengan menyatakan “Jadilah KSatria jangan Pencuri Kuda”, Adli Tama mengajak para pemimpin di Langkat untuk berkomitmen pada integritas, bekerja untuk rakyat, dan menjauhi praktik korupsi.
Menjadi seorang pemimpin bukanlah tentang memanfaatkan jabatan untuk kepentingan pribadi, tetapi tentang memastikan bahwa seluruh masyarakat—terutama yang paling membutuhkan—mendapatkan hak mereka. (Tp11)