Pasang Iklan Anda Disini
IMG-20241219-WA0073-262x300
Example floating
Example floating
BeritaHukumLangkatNasional

Bagi Pejabat Daerah, Anggota TNI-Polri Tidak Netral, Bisa Dijatuhi Hukum Pidana, Ini Penjelasannya

272
×

Bagi Pejabat Daerah, Anggota TNI-Polri Tidak Netral, Bisa Dijatuhi Hukum Pidana, Ini Penjelasannya

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

 

Formappel.Com-Jakarta|| Mahkamah Konstitusi memutuskan pejabat daerah dan anggota TNI/Polri yang tidak netral, yakni membuat keputusan maupun tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon pilkada, bisa dijatuhi pidana penjara dan/atau denda.
MK memasukkan “pejabat daerah” dan “anggota TNI/Polri” ke dalam Pasal 188 UU 1/2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

FORMAPPEL- RI
1714281020270
FORMAPPEL - RI

“Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK.

Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 136/PUU-XXII/2024 di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Kamis, 14 November 2024.

“Setiap pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00.”

Menurut MK, Pasal 188 UU 1/2015 merupakan norma yang berpasangan dengan Pasal 71.

Pasal 71 mengalami perubahan, UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, khususnya pada ayat (1).

Baca Juga Netralitas ASN Dipertanyakan, Bawaslu Harus Bertindak Tegas
Dalam UU 1/2015, Pasal 71 ayat (1) hanya memuat “Pejabat negara, pejabat aparatur sipil negara, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu calon selama masa kampanye.”

Dalam Pasal 71 ayat (1) UU 10/2016 terdapat penambahan dua subjek hukum baru, yakni “pejabat daerah” dan “anggota TNI/Polri”.

Meskipun Pasal 71 ayat (1) UU 1/2015 merupakan norma primer telah mengalami perubahan. Namun faktanya perubahan tersebut tidak dimasukkan ke dalam norma Pasal 188 UU 1/2015 yang merupakan norma sekunder.

Terlebih UU 10/2016 tidak mengubah norma Pasal 188. Membuat norma sekunder terkait pemidanaan tetap berlaku dan mengacu pada Pasal 188 UU 1/2015.

MK menilai adanya kepastian dan kesesuaian hukum dengan norma pemidanaan kedua subjek hukum, yakni pejabat daerah dan anggota TNI/Polri.

Sebagai norma sekunder. Pasal 188 UU 1/2015 memberikan pedoman bagi para penegak hukum untuk bertindak apabila norma primernya, tidak dipatuhi atau dilanggar.

Adanya Ketidak Sesuaian
Kedua pasal itu ialah norma hukum yang berpasangan. Norma Pasal 188 UU 1/2015 harus dirumuskan dengan jelas, cermat, dan perinci. Hal ini agar tidak menimbulkan masalah untuk keperluan penegakan hukumnya.

“Dalam hal ini, Mahkamah mencermati Pasal 188 UU 1/2015 dihubungkan dengan Pasal 71 ayat (1) UU 10/2016 ternyata memang terdapat perbedaan cakupan subjek hukum dalam kedua norma yang saling berpasangan tersebut setelah perubahan UU 1/2015,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat membacakan pertimbangan MK.

MK menyatakan bahwa ketidaksesuaian rumusan norma primer dan sekunder di antara kedua pasal dapat menimbulkan ketidakpastian hukum.

Atas dasar itu, MK menyimpulkan dalil, Syukur Destieli Gulo, ini beralasan menurut hukum untuk seluruhnya. Dengan demikian, Pasal 188 UU 1/2015 kini selengkapnya menjadi berbunyi:

“Setiap pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/Polri, dan kepala desa atau sebutan lain/lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 atau paling banyak Rp6.000.000,00.” (tp11)

Sumber: Tempo

Example 120x600
IMG-20241211-WA0137

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *