Scroll untuk baca artikel
IMG-20250325-WA0034
BeritaLangkat

Tidak Diberikan Surat Penghentian Penyelidikan Kepada Meilisya Ramadhani, Ada Apa Dengan Polres Langkat

71
×

Tidak Diberikan Surat Penghentian Penyelidikan Kepada Meilisya Ramadhani, Ada Apa Dengan Polres Langkat

Sebarkan artikel ini

 

Langkat-Formappel. Com||Pada September 2024 lalu, Dinas Pendidikan Kabupaten Langkat dihebohkan dengan adanya laporan terhadap perempuan pembela HAM yaitu Meilisya Ramadhani di Polres Langkat atas tuduhan dugaan tindak pidana pemalsuan sebagaimana diatur dalam 236 KUHP.

formappel.com
IMG-20250403-WA0149
formappel.com

Diketahui, Togar Lubis, SH, MH saat itu sebagai PH Pj Bupati Langkat dan dua terdakwa korupsi PPPK Langkat tahun 2023 yaitu Kadis Pendidikan Kabupaten Langkat, Saiful Abdi dan Kepala Sekolah atas nama Rohayu Ningsih melaporkan Meilisya Ramadhani ke Polres Langkat.

Meilisya Ramadhani adalah seorang guru honorer di SMP Negeri 1 Tanjung Pura yang berhasil mengungkap kecurangan dan dugaan tindak pidana korupsi dalam penyelenggaraan seleksi PPPK Langkat tahun 2023 (Formasi Guru).

Hal ini disampaikan oleh Kuasa hukum Meilisya Ramadhani, Irvan Syahputra, SH (Ketua LBH Medan) kepada wartawan, Jum’at (11/4/25) melalui aplikasi perpesanan whatsapp.

Irvan mengatakan, pelaporan Meilisya Ramadhani merupakan kriminalisasi dan upaya pembungkaman dalam menyuarakan kasus korupsi PPPK Langkat tahun 2023. Atas pelaporan tersebut melalui kuasa hukum dari LBH Medan, Meilisya Ramadhani membuat pengaduan dan mohon keadilan kepada Komnas HAM, Komnas Perempuan, Kompolnas, LPSK, Kapolri dan Komisi III DPR RI, sebagaimana berdasarkan surat Nomor : 239/LBH/IX/2024 tertanggal pada 07 Oktober 2024.

Pasca membuat pengaduan kepada pihak-pihak terkait, pada tanggal 6 Desember 2024,Polres Langkat mengundang Meilisya Ramadhani untuk diwawancarai oleh penyidik pembantu.

“Selang 4 bulan setelah mewawancarai Meilisya, tepatnya pada tanggal 26 Februari 2025,pihak Polres Langkat melalui Panit Adi Arifin, SH, MH menghubungi LBH Medan selaku PH Meilisya Ramadhani via telpon whatsapp mengatakan berdasarkan hasil gelar di Polda Sumut, laporan terhadap Meilisya dihentikan penyelidikannya karena bukan merupakan tindak pidana/bukan kualifikasi. Pihak penyidik tersebut tidak memberikannya dengan alasan tidak ada kewajiban menyerahkan kepada terlapor. Menilai adanya dugaan pelanggaran hukum dan HAM terkait tidak diberikannya SP3 tersebut, LBH Medan secara resmi dan kooperatif menyurati Kapolres Langkat pada tanggal 17 Maret 2025. Dengan hal mohon diberikan SP3, “ujar Irvan.

” Pihaknya selaku kuasa hukum Meilisya menyurati Kapolres Langkat dan Kasat Reskrim Polres Langkat dalam hal memohon di berikan SP3 sebagaimana surat LBH Medan, nomor surat : 89/LBH/PP/III/2025, “pungkasnya.

Namun, kata Irvan pasca dikirimkannya surat tersebut, Kapolres Langkat tidak memberikan SP3 tersebut yang mana seyogyanya merupakan hak Meilisya.

” Tidak berhenti dengan mengirimkan surat, LBH Medan juga mengirimkan pesan via aplikasi Whatsapp kepada Kapolres Langkat, namun apa yang menjadi hak hukum Meilisya juga diberikan. Tidak kunjung diberikannya SP3 tersebut, LBH Medan dan Meilisya pada tanggal 8 April 2025 kemarin mendatangi Polres Langkat guna mendapatkan kepastian hukum dan keadilan dengan meminta SP3 tersebut, “ujar Irvan.

” Namun lagi-lagi Polres Langkat melalui Kasat Reskrim tidak memberikannya dengan alasan tidak ada kewajiban mereka dan tidak pula diatur dalam KUHAP dan Perpol. Setelah terjadi perdebatan panjang, Kasat Reskrim Polres Langkat hanya memperkenankan melihat SP3 tersebut, namun tidak diizinkan untuk di foto, “pungkasnya.

Menyikapi hal ini, LBH Medan menduga apa yang telah dilakukan Kasat Reskrim merupakan pelanggaran HAM dan bentuk ketidaktaatan terhadap hukum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 28 D ayat (1) UUD 1945,Jo Pasal 3 ayat (2) UU No 39 tahun 1999,tentang HAM.

Terpisah, Kasat Reskrim Polres Langkat, AKP Pandu Batu Bara melalui Panit Tipidter Iptu Adi Arifin melalui aplikasi perpesanan Whatsapp, Jum’at (11/4/25) pukul 20.00 Wib mengatakan, sesuai dengan Perkaba Nomor 1 Tahun 2022 tentang administrasi tindak pidana, tidak ada ketentuan penyidik harus menyerahkan SP3 kepada terlapor karena masih dalam tahap penyelidikan belum masuk tahap penyidikan.

“Penyidik sudah menyerahkan SP3 kepada pihak pelapor dan tidak ada ketentuan di serahkan kepada terlapor dalam hal ini Meilisya Ramadhani, ” ucap Adi.

Ia juga menambahkan, tapi perlu diperhatikan perbedaan SP 3 dengan SP2 lidik, jadi perkara Meilisya Ramadhani yang kami tangani belum sampai ketingkat penyidikan tapi masih tahap penyelidikan, jadi yang kami keluarkan adalah SP 2 lidik (surat perintah penghentian penyelidikan berikut ketetapannya) bukan SP 3 (surat perintah penghentian penyidikan), dan sesuai ketentuan Perkaba nomor 1 tahun 2022, bahwa SP2 lidik hanya diberikan kepada pelapor dan itu sudah kami serahkan lain halnya jika SP3 (sudah dalam tahap penyidikan) maka kami wajib memberikannya kepada pelapor, terlapor, kejaksaan dan pihak terkait lainnya, supaya bisa kita pahami bersama, “imbuhnya. (Tolhas Pasaribu)